Behind The Book – Broken Vow

image

Tiga Sahabat. Tiga Pernikahan. Tiga Luka

“If I could turn back time, if I could. Sebuah kalimat yang sebenarnya enggak perlu dipikirkan karena semuanya sudah lewat, tidak akan bisa kembali untuk dapat diperbaiki.”

“Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita akan jatuh cinta karena hati tidak bisa diprediksi. Begitu juga dengan jodoh, keinginan dan harapan kadang berbenturan dengan realitas yang ada.”

“Untuk apa aku bertahan bila dia sudah tidak menginginkanku lagi?” – Irena, Nadya, Amara

Sedikit kutipan quotes dari novel Broken Vow. Novel pertama gue yang akhirnya ‘mejeng’ juga di toko-toko buku kesayangan kita semua ;p. Sebenarnya pengen banget gue kutip quotes atau nulis sneak peek yang agak panjangan, tapi ntar gue malah bablas tulis semua isi novelnya, haha.

Novel Broken Vow ini boleh dibilang novel perempuan banget. Dan gue mengambil tema yang dekat dengan perempuan, yaitu pernikahan. Sebenarnya pernikahan itu kan topik yang sensitif dan agak berat, lebih dari semilyar konflik ada di sana, jutaan misteri dan kumpulan drama. Tidak ada pernikahan yang sempurna. Dan gue nggak cuma mengambil cerita manisnya aja dari sebuah pernikahan. Karena dalam realita yang ada, nggak semua orang beruntung dengan pernikahannya.

Novel ini bukan hanya bercerita soal sebuah kegagalan hubungan, kisah sedih, atau penderitaan hati yang akut. Tapi ini juga tentang ‘the true of happiness’. Bahagia itu pilihan, dan dalam kehidupan yang nyata kadang kita nggak menyadari apa esensi kebahagiaan itu sendiri. Contoh, ada yang bertahan dengan hubungan yang menyakitkan, nggak peduli disakiti seperti apa. Ada orang yang memilih pergi meninggalkan orang yang dicintainya untuk alasan yang dia pun nggak tahu. Dan ada yang bertahan dalam suatu hubungan hanya demi status. Dan itu semua karena cinta. Dengan memiliki cinta, itu adalah kebahagiaan tersendiri. Tapi saat cinta hilang, mungkin itu saatnya mencari kebahagiaan yang baru, atau cinta baru. Jadi ujung-ujungnya novel ini tentang cinta. Cinta yang tak selamanya indah.

“Dalam pernikahan bentuk cinta menjadi berbeda. Saat terluka dan sakit hati sepertinya cinta itu akan hilang dan menguap, tidak ada istilah bisa saling melupakan bekas luka yang tercetak jelas, dan mulai belajar saling jatuh cinta lagi. Yang ada kita selesai. Melupakan semua janji suci yang sudah patah dan rusak. Enggak ada alasan untuk saling mencintai lagi. Forgiven but not forgotten.” – Amara

Sebenernya nggak sulit buat gue untuk mendapatkan inspirasi kisah sedih. Sadness is everywhere. Apalagi setelah mendengar kisah sedih seseorang. Entah kenapa gue pengen menuliskannya dalam sebuah novel, bukan lagi sekedar curahan hati gue di blog. Gue yang dari kecil dicekoki kisah Cinderella dengan jargon kalimat terkenalnya yang nempel di otak, ‘happily ever after’, justru membuka pikiran gue. Nggak semua kisah berakhir dengan happily ever after, karena ada juga yang namanya kisah happily never after (ngutip judul dari FOX crime). Tentu saja ada yang berakhir bahagia, tapi menuju ever after-nya itu pasti banyak cobaannya. Dari batu kerikil, batu akik sih rada gak mungkin ya? Hehe, batu yang tajam, gunung es, jurang yang curam, tebing yang terjal, atau mungkin jalanan yang rata tapi panas karena bara api (sadisss T_T).

Tapi yang namanya nulis, apalagi novel tentunya nggak mungkin mulus kayak jalan tol, eh tapi jalan tol di Jakarta sih sering macet. Ya begitulah keadaannya, nulis Broken Vow ini sempat macet dan kesulitan ide. Seperti gue bilang inspirasi mah banyak, tapi untuk merangkai sebuah cerita, dan menjadi cerita yang menarik itu nggak gampang. Perlu jutaan kali semedi di Gunung Kidul. Iya gue tahu, bosen ya gue semedi di sana terus? Maklum tempat favorit hehehe XD.

Dan mungkin ini rada ajaib, gue dapat sebuah inspirasi yang pada akhirnya jadi titik ide buat keseluruhan cerita novel ini, dan di tempat yang nggak diduga sama sekali, yaitu Jonas Photo. Kebetulan waktu itu gue lagi nunggu buat foto keluarga. Tahu kan antrian Jonas itu lama? Bisa nonton 3 episode The Walking Dead saking lamanya (zzzzz…). Biar nggak mati bosen, gue lihat-lihat gallery fotonya. Nggak tahu kenapa, tiba-tiba aja gue ngebatin (bahasa gue ngenes banget yee?). Ya pokoknya tiba-tiba aja ada pertanyaan di kepala gue, “beneran nggak sih mereka BAHAGIA?” (capslock tiba-tiba jebol).

Pernah kepikiran nggak kalau hampir lima puluh persen dari foto-foto itu ‘fake’? Siapa tau loohh, si bapak punya affair, anaknya kurang perhatian ortunya, istri yg merasa diabaikan, atau lebih parah dua orang yang menikah tapi nggak saling mencintai. Dan pastinya satu lembar foto keluarga punya sejuta cerita, iya nggak?

Dari situ munculah ide cerita yang diawali tokoh Amara, dan yang tadinya gue stuck di satu cerita dan satu tokoh, akhirnya kepikiran bikin tiga tokoh sekaligus dengan sekelumit masalahnya masing-masing. Kenapa tiga? Kalau dua kurang rame, hahaha. Kemudian gue bikin tokoh Nadya dan Irena. Yang tadinya ‘centre’nya itu Amara, gue ubah semua. Gue memutuskan bikin novel dengan tiga point of view dan ketiganya memakai POV 1. Karena biar lebih bisa menghayati karakter tokoh-tokohnya, dan lebih bisa ngerasain apa yang dirasa ketiganya.

Susah nggak sih bikin tiga tokoh sekaligus? Apalagi karakternya beda-beda? Susah itu relatif. Tapi di situ keseruannya, gue jadi punya kepribadian ganda, hahaha joking. Kadang kalau gue jenuh sama cerita tokoh yang satu, bisa loncat ke cerita tokoh yang lainnya. Dan nanti gue bikin titik temu, biar plotnya nggak acak-acakan alias tetap mengalir. Dan kenapa dibikin bersahabat, karena sedeket-deketnya kita sama sahabat, konflik itu pasti ada, salahpaham, salah persepsi udah pasti terjadi. nggak mungkin sobatan lempeung-lempeung aja kan? Kalau tokoh A,B, dan C nggak saling terkait gue bakal lebih bingung lagi ngasih benang merahnya dimana, apalagi ngasih konflik. Bisa pusing ‘pala berbi mikirinnya ;p.

Dan sekarang gue ingin menjabarkan karakter-karakter tokoh yang ada di novel Broken Vow. Untuk membuat suatu karakter tokoh gue juga melakukan riset, tapi riset kecil-kecilan. Kayak sering mengamati dan ngobrol sama orang, atau baca-baca majalah. Yang penting tokoh yang gue karang dan tulis itu terkesan ‘real’.

Gue bikin karakter Amara yang kalem, tipe peri baik hati yang cantik jelita (ada. Beneran ada orang kayak gini di dunia nyata). Karakter Amara itu buat gue spesial banget, inspirasi sosoknya gue dapet dari perempuan yang emang bak ‘Goddess’ banget secara visual ya. Jadi gue pernah ketemu dan ngobrol sama perempuan yang cantiknya luar biasa dan anggunnya ngalahin putri Keraton. Dia salah satu PR juga disebuah hotel, deket Kemang (nggak bisa gue sebutin. RHS alias rahasia hehe). Gue speechless waktu ngobrol sama dia, my God…ada ya orang cantiknya begini banget? Sumpah..Dian Sastro lewat, Raisa juga! Cara bicaranya teratur, lembut, dan anggun. Jujur aja gue minder setengah mati, kayaknya mbak cantik ini les kepribadian di John Robert Power deh (nggak terima ada perempuan yang almost perfect T_T).

Irena tipe perempuan yang superwoman, keibuan, pengertian, dan humble. Tapi di balik itu semua Irena juga keras, kaku, dan egois. Karakter Irena ini sebenernya ‘umum’, banyak ditemui di sekitar kita. Wanita karier sekaligus ibu rumah tangga. Yang terkadang dituntut apa-apa harus sendiri. Membayangkan Irena itu, keibuan tapi bermuka judes, selalu ngecek jam, dimukanya selalu tersirat ‘hurry up!’, sering ngerutin kening, panikan. Tapi kalau lagi sendirian suka nangis sendiri, sedih sendiri, capek sendiri (ihh, kasian banget sih Ris! Elo bikin tokoh begini banget). Ampuun jangan dimarahin! Jadi judes dan ruwet karena Irena punya masalah besar kan? Iya kan? (pembelaan :D).

Nadya, si easy going, cuek, cheerful, sedikit keras kepala, dan setia (awwhh, cantik nggak? Bayangin aja Raisa. Itu mah cantik banget atuh T_T). Hmm, intinya sih Nadya itu tipe perempuan urban, yang terkesan suka hura-hura, modis, dan nggak ribet sama hidupnya. Tapi sekalinya jatuh cinta bisa melankolis banget. Tipe cewek yang kalau jatuh cinta habis-habisan tapi sok sok nggak butuh. Secara visual, gue emang ngebayangin Raisa. Kayaknya lebih gampang nulis cerita sambil ngebayangin mukanya kayak gimana. Tapi mungkin secara sifat, beda jauh kali ya? Ya kali gue kenal dan tahu Raisa luar dalam (T_T).

Dari segi cerita, gue bikin kisah Amara bak Cinderella. Lembut, menawan, cantik. Siapa coba yang nggak iri liatnya? Tapi sekali lagi, cuma kisah Cinderella yg berakhir happily ever after. Kisah Amara yang hampir seratus persen bikin ngiri kaum perempuan itu, ternyata nggak segitunya. Yah, rumput tetangga selalu kelihatan lebih hijau, dan berlian yang dipake orang lebih berkilau kan? (pepatah hasil ngarang). Dan kebahagiaan itu nggak bisa dibeli sama uang.

Kisah Irena mungkin banyak yang mengalami. Kadang kita nggak sadar, kita lebih mudah menyakiti orang yang kita cinta dan yang mencintai kita. Padahal kalau saling cinta, kenapa harus saling menyakiti? Dan sesuper-supernya (kata apalah ini T_T) seorang perempuan, bisa menjadi rapuh dan hancur juga. Nggak tega sih pas nulis cerita soal Irena ini. Jujur gue agak kesulitan untuk menjabarkan setiap adegannya. Horror banget.

Tentang Nadya. Nulis cerita Nadya ini lebih gampang dan fun, karena separuh ehhmm sembilan puluh persen kaum perempuan mengalami kegalauan soal pernikahan. Hayoo ngaku! Hahaha. Nikah nggak ya? Aku maunya nikah sama dia, tapi kenapa dianya gitu sih? Atau kenapa kita harus menikah? Pertanyaan-pertanyaan yang sering banget muncul pada kaum perempuan. Nadya menikah karena status. Tapi terkadang dicintai itu lebih menyenangkan daripada mencintai.

Lika-liku pernikahan menimbulkan konflik di antara ketiganya. Hmmm, bukannya sahabat itu tempatnya suka dan duka? Tempat mengadu, tempat haha hihi, tempat dimana segalanya sangat menyenangkan. Tapi namanya juga perempuan, kadang suka sensitif, kadang nggak peka, selalu pake perasaan, dan cepet tersinggung. Apalagi kalau lagi PMS. Beuh, satu rumah bisa kena semprot, satu kantor bisa dicemberutin, kecuali Bos (hahaha). Tersinggung dikit, banjir airmata. Dan nggak selamanya persahabatan bisa langgeng. Sebenernya kehilangan sahabat itu lebih menyakitkan dibanding kehilangan pacar. Itu buat gue sih..hahaha…pacar itu bisa dicari, tapi sahabat sejati?

Oke. Sekarang kita bahas the boys alias tokoh laki-lakinya.

Kenalkan Nathan, seorang don juan ganteng yang kaya raya. Tapi sayang ego lelakinya terlalu menguasai dia. Nathan punya segalanya, buat dia cinta bisa dibeli. Hidup dengan Nathan nggak cukup dengan sempurna. Hidup dengan Nathan itu harus punya hati sekuat baja. Karena buat Nathan, love is never enough. Saat ngebayangin tokoh Nathan, jujur aja bikin deg-degan sendiri. Ngerasain gimana rasanya jantung mau copot ketemu cowok kayak Nathan (pingsan). Gimana Amara ya?

Dion, the gentleman. Gue pun klepek-klepek saat nulis dia. Dion itu sweet, care, dan yang pasti nggak pernah main-main sama cewek yang dia sayang. Ganteng? Udah pasti. Sempurna banget nggak sih? Hey, nobody perfect! Tapi cewek mana pun pasti luluh sama Dion (nyengir lebar). Karena mencintai itu membuat kita menjadi egois. Egois untuk memiliki. Tapi cinta tidak bisa dipaksa, seberapa pun kita egois untuk memilikinya. Cinta bertepuk sebelah tangan itu menyakitkan, tapi lebih sakit lagi kalau melihat orang yang kita cintai tidak bahagia. Tidak bahagia hidup dengan kita (nyesek).

Arjuna, the family man. Tipe-tipe suami idaman. Siapa sih yang nggak pengen punya suami yang sayang keluarga, yang keluarga tuh nomor satu buat dia? Istilahnya, ‘home is when i’m with him’. Tapi sifat seseorang yang sebenarnya bisa keluar saat dia dilanda masalah. Bagaimana bisa seorang malaikat pelindung menyakiti orang yang dilindunginya? Dan Arjuna sendiri terjebak dalam pilihan, keluarga kecilnya atau keluarga besarnya?

Dan terakhir. Leo. Cinta matinya Nadya. Dulu. Engineer yang humoris, cuek, dan lebih cinta kariernya dibanding pacarnya. Laki-laki tipe begini banyak berkeliaran di luar sana. Fokus sama karier, memandang cinta itu sebelah mata. Tapi satu yang mereka lupa. Cinta tidak bisa menunggu. Cinta butuh kepastian dan cinta perlu dijaga. Kesuksesan masih bisa diraih, tapi cinta yang hilang sulit untuk diraih kembali (Tsaahhh. Nyusut airmata).

Sekian tentang para tokoh.

Dalam perjalanan penulisan novel ini, gue banyak dengerin lagu. Selain untuk membangun mood, juga untuk membantu gue dalam membayangkan apa yang akan gue tulis. Dengan lagu, gue lebih mudah bercerita. Nulis novel ini gue bikin kayak potongan film. Dan lagunya juga nggak asal nyomot. Gue pikirin banget lagu apa yang bisa bikin gue terhanyut dan membayangkannya. Ala-ala soundtrack gitu, gaya kan? Hahaha.

Lagu untuk Nadya itu kebanyakannya lagu Raisa. Emang pas banget sama isi cerita Nadya. Dari Mantan Terindah, Apalah Arti Menunggu, LDR, dan Pemeran Utama. Dan satu lagu dari Alanis Morissette, Simple Together. Saat lagi nulis Nadya, ini yang gue dengerin bolak-balik. Biar lebih berasa.

Lagu untuk Amara. Judul lagunya sama dengan judul novel ini, Broken Vow-nya Lara Fabian. I dunno ya, gue lebih suka versi ini dibanding Josh Groban. Lebih dapet feel-nya, sakit hatinya, sedihnya. Lagu lainnya Jennifer Hudson – And I Am Telling You I’m Not Going, Brian Mcknight – One Last Cry, Madonna – I’ll Remember. Sebenernya lagu I’m Not The Only One –nya Sam Smith cocok juga, tapi novelnya udah kelar pas lagu itu muncul, hahaha, nggak pas yee?

Lagu untuk Irena. Cocoknya sih lagunya Thirty Seconds To Mars yang The Kill atau This Is War, hahaha becanda dehh ahhh. Irena’s song, Alanis Morissette – That I Would Be Good, Adele – Turning Table, Sara Bareilles – Brave.

Tapi ada beberapa lagu yang mewakili keseluruhan cerita. Biasanya gue duduk depan laptop, earphone di kuping, dan dengerin lagunya sambil tutup mata. Gue membayangkan potongan-potongan cerita yang bakal gue tulis, dan bagaimana alur ceritanya. Ini cara paling mudah untuk mengumpulkan semua emosi, dari sedih, marah, kecewa, sakit hati, dan bahagia.

Dewi Sandra – Mati Rasa, Allure – Last Chance, Christina Perri – Human. Tiga lagu ini beneran sedih banget, nangis-nangis dengernya. Dave Koz feat. India Arie – It Might Be You, kadang gue butuh lagu yang romantis juga hahaha. Neyo – Let Me Love You, Dewa – Risalah Hati. Hmm, mewakili perasaannya Dion buat Nadya. Eric Clapton – Wonderful Tonight, tahu dong ini lagu gombalnya Nathan buat Amara XD. Jason Mraz – I Won’t Give Up, lagu kenangannya Arjuna dan Irena.

Niat banget ya gue bikin list lagunya? Yah, metoda menulis orang kan lain-lain ya? Musik ngebantu gue banget. Dan kadang sukses bikin gue nangis sambil nulis. Seperti gue bilang inspirasi itu bisa darimana aja, dari sepotong lirik sedih aja, bisa jadi satu cerita. Harus jeli emang sama kuping, jangan mata aja yang sibuk cari inspirasi. Pesan dari mami, eaaaa…

Novel Broken Vow gue tulis kurang lebih dua bulan kurang. Itu dalam kondisi belum kena cut dan editing alias mentahnya. Untuk proses editing by my self aja butuh satu tahun. Karena gue rombak lumayan banyak, dan biar lebih pede buat dikirim ke penerbit. Dan ternyata nggak sia-sia gue perbaiki naskahnya selama hampir setahun itu. Naskah gue diterima dengan baik oleh tim Stiletto Book. HOREEE! Dan itu bikin gue pengen salto keliling Gelora Bung Karno saking senengnya, hahaha.

Tahu nggak sih? Ternyata proses editing selanjutnya nggak semudah yang dibayangkan. Dengan sadisnya, Mbak Weka, editor gue tersayang, minta buat cut lima puluh halaman! Ohemjiii? Seriously? Neik, lima puluh halaman itu artinya seperempat cerita novel gue. Gue langsung pingsan….gila kan? Jadi sebenernya gue nangis itu bukan karena nulis ceritanya, tapi karena harus cut lima puluh halaman, hehehe joking! Tapi jadinya ya emang keren banget. Walau tiga cerita, porsinya teteup sama dan ending-nya juga nggak berubah. Hanya ini itu yang dipotong, tapi nggak merubah seluruh isi novel. Editor gue emang juara! Toss dulu ahh, darlaaa!

Dan ada permintaan khusus dari Mbak editorku. Cerita Irena sebenernya rada-rada sadis, jadi gue diminta buat mengurangi kesadisan gue. Mungkin biar nggak jadi novel thriller T_T, hahaha. Dan ending Amara pun sedikit minta dipoles biar pembaca nggak kecewa. Iyalah, Amara, The goddess gitu lho..hehehe. Kayaknya cuma cerita Nadya yang lulus sensor, walau ada beberapa part yang minta diubah. Kayak nulis skripsi neik, tiap bab diperiksa. Dan ada beberapa bab yang gue hilangkan. Dan legaaaa rasanya setelah semuanya di-approve. Yay! Skripsi gue kelar eh novel gue ;p.

Sebenernya banyak banget yang pengen gue sharing tentang Broken Vow ini, tapi segini dulu kali ya? Ini aja kayaknya udah panjaaaang banget, hehehe.

Okay, sekian cerita behind the book of Broken Vow-nya. Semoga setelah baca prosesnya, jadi berminat buat beli dan baca novelnya. Dan sebaliknya, kalau udah baca jadi makin suka sama novelnya, terus beli lagi novelnya XD.

By the way. Bahagia itu nggak perlu dicari, karena bahagia itu ada dalam diri kita. Happiness is you! Toss for happiness!
image.jpg
Xoxo,

Yuris Afrizal ​